LAPORAN
PRAKTIKUM
INDUSTRI
TERNAK POTONG
ACARA
III
PEMOTONGAN
DAN PEMASARAN BABI
Disusun
oleh:
Yuvanta
Lia Fradita
11/313213/PT/05996
Kelompok
XI
Asisten
Pendamping: Rudi Ikhsan Azhari
LABORATORIUM TERNAK
POTONG KERJA DAN KESAYANGAN
BAGIAN PRODUKSI
TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH
MADA
YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Hasil pemotongan ternak dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu bagian karkas dan bagian bukan karkas atau lazim
disebut bagian non karkas. Karkas merupakan hasil utama pemotongan
ternak dan mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi daripada non karkas, sesuai dengan
tujuan pemotongan ternak, yaitu untuk mendapatkan daging. Bagian non
karkas atau yang lazim disebut offal terdiri dari bagian yang layak
dimakan (edible offal) dan bagian yang tidak layak dimakan (inedible
offal). Daging
yang dihasilkan dari tempat pemotongan hewan, baik tempat pemotongan sederhana
sampai rumah potong hewan pabrik sebelum dipasarkan terlebih dahulu harus
diperiksa untuk mencegah hal-hal yang dapat merugikan konsumen dan mencegah
penularan penyakit diantara ternak, maka dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan
terhadap karkas atau daging, dilakukan dalam dua tahap pemeriksaan, yaitu
pemeriksaan sebelum ternak dipotong (antemortem) dan
pemeriksaan setelah pemotongan (postmortem).
Babi merupakan salah
satu sumber daging dan untuk pemenuhan gizi yang sangat efisien diantara
ternak-ternak lain, sehingga arti ekonomi sebagai ternak potong cukup tinggi,
hal ini karena : (1) Semua bahan makanan bisa diubah menjadi daging; (2) Dapat
beranak 2 kali setahun, sekali beranak 6 sampai 12 ekor; (3) Ternak babi mudah
beradaptasi dengan lingkungan; (4) Harganya semakin hari semakin tinggi,
pemasaran mudah dan pakan banyak tersedia.
Tujuan dari
praktikum pemotongan babi antara lain praktikan mampu membandingkan
proses pemotongan babi yang lebih efisien dan mampu menganalisa permasalahan yang ada di lapangan mengenai
pemasaran ternak
babi dan dapat memberikan solusi babi peternak-peternak babi.
BAB
II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemotongan
Profil perusahaan
Rumah potong babi yang
digunakan untuk praktikum adalah rumah potong milik bapak Gatot. Tempatnya
terletak di daerah Sumodaran, Bantul. Tempat pemotongannya tidak terlalu luas
karena jumlah babi yang berada di kandang pun terbatas. Peternakan babi milik bapak
Gatot ini bersebelahan dengan peternakan babi milik bu Aning.
Ternak yang dipotong
Ternak yang dipotong dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 22.
Hasil pengamatan pemotongan babi
Pengamatan
|
Data
Ternak yang dipotong
|
|||||||
Nomor
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||||
Bangsa Babi
|
Landrace
|
Landrace
|
Landrace
|
Landrace
|
||||
Sex
|
Betina
|
Betina
|
Betina
|
Betina
|
||||
Umur
|
15 Bulan
|
8 Bulan
|
6 bulan
|
6 bulan
|
||||
Berat Badan (kg)
|
200
|
90
|
70
|
70
|
||||
Berat Karkas (kg)
|
150
|
67,5
|
52,5
|
52,5
|
||||
% Karkas
|
75%
|
75%
|
75%
|
75%
|
||||
Berat kepala (kg)
|
12
|
8
|
5
|
5
|
||||
Berat kaki
|
-
|
-
|
-
|
-
|
||||
Lama Pemotongan
|
15’35”
|
15’35”
|
15’35”
|
15’35”
|
||||
Lama pengulitan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
||||
Berat kulit
|
-
|
-
|
-
|
- -
|
||||
% Kulit
|
-
|
-
|
-
|
-
|
||||
Berdasarkan
hasil praktikum dapat diketahui bahwa semua babi yang dipotong merupakan babi
landrace karena babi landrace memiliki karkas yang tinggi dibandingkan babi
lainnya. Berat karkas babi sebesar 75% dari berat badan. Babi dengan nomor 1
berumur sekitar 15 bulan dengan berat badan 200 kg, karkas 150 kg, dan berat
kepala 12 kg. Babi nomor 2 berumur 8 bulan memiliki berat badan 70 kg, karkas
67,5 kg dan berat kepala 8 kg. Babi nomor 3 dan 4 berumur sekitar 6 bulan
dengan berat badan masing-masing 70 kg, karkas 52,5 kg dan berat kepala 5 kg.
Lama pemotongan masing-masing babi adalah 15 menit 35 detik.
Komposisi karkas yang ideal adalah
karkas yang memiliki proporsi daging yang maksimal, proporsi tulang minimal,
serta proporsi lemak yang optimal sesuai dengan permintaan pasar. Kebanyakan
orang mengkonsumsi daging dipengaruhi oleh berbagai alasan antara lain tradisi,
nilai gizinya tinggi, mudah diperoleh, kesehatan, variasi ataupun bersifat
mengenyangkan. Setiap jenis ternak memiliki kualitas karkas yang berbeda-beda.
Ternak babi memiliki persentase karkas yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan ternak lain yaitu dapat mencapai 70 % (Sinaga, 2008). Ternak babi 60 sampai 70 % dari bobot hidup
menjadi karkas dingin, sedangkan sisanya yang 30 sampai 40 % dari bobot hidup
adalah merupakan hasil sampingan dari penyembelihan babi (Blakely dan Bade,
1998). Bobot hidup yang semakin tinggi pada umumnya akan menyebabkan persentase
karkas juga akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan organ-organ
ternak babi. Produksi tulang dan organ bagian dalam akan mengalami penurunan
sedangkan proporsi jaringan otot dan lemak akan mengalami peningkatan selama
proses pemeliharaan hingga mencapai bobot potong.
Menurut Sihombing (1997), bobot kualitas
karkas seekor ternak dipengaruhi oleh faktor bangsa, umur, jenis kelamin,
kastrasi dan pakan. Bangsa ternak babi yang berbeda akan memperlihatkan
kualitas karkas yang berbeda pula. Lawrie (1995) menyatakan faktor utama yang
mempengaruhi persentase karkas adalah berat kepala, darah, total organ bagian
dalam serta isi saluran pencernaan. Perbedaan kualitas karkas ini menurut
Soeparno (2005) disebabkan oleh perbedaan perlemakan dan perdagingan yang dapat
dilihat berdasarkan panjang karkas, bobot karkas dan ketebalan lemak punggung.
Persentase karkas sangat dipengaruhi oleh berat hidup dari ternak tersebut,
akan tetapi dengan berat hidup yang tinggi tidak selalu menghasilkan berat
karkas yang tinggi pula. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan berat dari
kepala, darah, bulu, isi rongga perut dan isi rongga dada.
Jenis bangsa babi peliharaan yang umum
dikonsumsi di Indonesia adalah babi landrace, babi duroc, dan babi hasil
persilangan lainnya (Sinaga, 2008). Babi landrace merupakan hasil persilangan
antara pejantan large white dengan induk lokal. Babi landrace dipakai secara
luas untuk memperbaiki mutu genetik ternak babi di daerah tropis terutama di
Asia Tenggara. Beberapa strain babi
ini menunjukkan kelemahan pada kaki dan tidak tahan terhadap sinar matahari. Babi
ini berasal dari Denmark, dan merupakan babi bacon yang berkualitas tinggi.
Ciri-cirinya karkas sangat panjang, paha besar, daging di bawah dagu gemuk
dengan kaki yang pendek, konversi pakannya baik dan sangat besar (Blakely dan
Bade, 1998). Bunter dan Bennett (2004) menyatakan bahwa babi landrace telah
lama dipakai oleh banyak negara-negara di Eropa untuk meningkatkan kualitas
karkas karena memiliki persentase karkas yang besar, pertumbuhan yang cepat,
serta bobot dewasanya yang lebih besar dibandingkan bangsa lainnya.
Lama
pemotongan babi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat berkisar sekitar
40 ekor/jam. Jauh lebih cepat dibandingkan dengan waktu pemotongan di tempat
praktikum. Pemotongan babi diutamakan berjenis kelamin betina, hal ini dikarenakan
babi jantan akan digunakan untuk kawin alami. Menurut Sinaga (2008), Babi siap
potong berumur 6 sampai 8 bulan dikarenakan pada umur 6 bulan babi sudah siap
dikawinkan dan bobot tubuhnya sudah mencapai 70 sampai 90 kg. Berdasarkan hasil
perbandingan dengan literatur, berat karkas, bangsa babi, dan umur babi yang
dipotong sudah sesuai dengan literatur sedangkan lama pemotongan berada di
bawah kisaran normal. Perbedaan ini disebabkan karena di negara-negara maju
proses pemotongan sudah dilakukan dengan mesin dan alat-alat yang modern,
berbeda dengan di Indonesia yang masih melakukan pemotongan secara manual.
Proses pemotongan
Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan, urut-urutan proses pemotongan babi adalah babi digiring ke tempat
pemotongan. Dilakukan penyetruman dengan aliran listrik dan dilakukan di
sekitar bawah kepala, kemudian dilakukan penusukan di daerah jantung sampai
darah keluar maksimal dan sampai babi tidak menunjukkan tanda-tanda adanya
gerakan. Dilakukan penyiraman dengan ar panas yang berfungsi untuk mempermudah
dalam pengerokan rambut. Langkah selanjutnya setelah pengerokan selesai yaitu
kepala babi dipisahkan dari anggota tubuhnya kemudian babi dibelah menjadi dua
bagian. Organ dalam (jeroan) dikeluarkan dan dicuci bersih kemudian tulang iga
babi dipatahkan dan dibagi menjadi dua bagian menggunakan kapak. Daging babi
kemudian dibersihkan dengan air yang mengalir kemudian diangkut ke dalam mobil pick up untuk dipasarkan di pasar
tradisional.
Cara
penyembelihan babi berlainan dengan cara penyembelihan hewan, penyembelihan
hewan dengan menggunakan kaidah-kaidah aturan cara penyembelihan secara Islam. Babi
yang sudah mencapai bobot badan 90 kg siap dipotong, tetapi sebelum dipotong
babi dipuasakan dahulu selama 18 jam untuk mengurangi stress dan menghindarkan
kontaminasi isi saluran pencernaan terhadap karkas. Sesaat sebelum dipotong,
ternak babi ditimbang bobot potongnya. Babi dipingsankan dengan alat elektrik.
Babi ditusuk pada leher bagian atas dekat rahang bawah menuju jantung. Bulu
rambut dihilangkan dengan cara dikerok setelah sebelumnya direndam dalam air
panas dengan suhu 70°C selama 2 menit kemudian kepala dipisahkan dari tubuh (Sihombing,
1997).
Dinyatakan pula bahwa setelah proses penanganan penyembelihan selesai di RPB
(Rumah Pemotongan Babi) dilakukan pemeriksaan post mortem pada daging dan bagian-bagian yang lain secara utuh. Pemeriksaan ini diperlukan pisau tajam dan alat-alat yang lain yang bersih
dan tidak berkarat yang sudah disuci hamakan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh
petugas berwenang yang telah ditunjuk pada empat yang terang dan disediakan
khusus. Pemeriksaan post mortem
diawali dengan pemeriksaan sederhana dan jika diperlukan dilanjutkan dengan
pemeriksaan mendalam. Pemeriksaan sederhana meliputi pemeriksaan organoleptis
(bau, warna dan konsistensi) dan pemeriksaan dengan cara melihat, meraba
dan menyayat. Pemeriksaan sederhana dilakukan dengan urutan sebagai
berikut: Kepala dan lidah dilihat secara lengkap dengan cara melihat,
meraba dan menyayat seperlunya alat-alat pengunyah serta kelenjar-kelenjar sub
maxillaris, sub parotidea, retropharyngealis dan tonsil.
Rongga dada dilihat, diraba dan disayat seperlunya pada oesophagus, larynx,
trachea, paru-paru serta kelenjar paru-paru yang meliputi kelenjar bronchiastinum
anterior, medialis dan posterior, jantung diperhatikan pada
bagian pericardium dan katup jantung, dan yang terakhir pada diafragma.
Organ rongga perut dilihat, diraba dan disayat seperlunya pada bagian limpa,
hati, ginjal (capsul, cortex, medula) dan usus beserta
kelenjar mesenterialis. Alat genetalia dan ambing diperiksa bila ada gejala penyakit yang
dicurigai. Karkas diraba, dilihat dan
disayat seperlunya terutama pada kelenjar prescapularis superficialis, inguinalis
profunda/supramammaria, axillaris, iliaca dan poplitea (Sinaga,
2008).
Berdasarkan perbandingan dengan literatur, dapat
diketahui bahwa proses pemotongan dalam praktikum sudah sesuai dengan
literatur. Perbedaannya hanya terletak pada pemeriksaan antemortem dan
postmortem. Pemotongan babi di tempat praktikum, hanya dilakukan pemeriksaan
bagian usus saja, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan jagal dan peternak
yang menyembelih ternak babi. Babi yang sudah dipotong langsung dijual ke pasar
tanpa melalui proses pelayuan, hal ini dikarenakan anggapan kebanyakan peternak
dan konsumen bahwa ternak yang baru dipotong dagingnya masih segar sehingga
tidak perlu dilayukan.
Potongan karkas dan potongan babi
Berdasarkan pengamataan saat praktikum
pemotongan babi di RPH milik Bapak Gatot, karkas babi meliputi seluruh bagian
tubuh babi yang telah dibersihkan. Hal ini kurang sesuai dengan yang dinyatakan
Soeparno (2005) bahwa karkas adalah bagian-bagian tubuh dari seekor babi yang
telah dipotong setelah dikurangi atau dipisahkan bagian kepala, paru-paru,
jantung, jeroan, keempat kaki mulai korpus dan tarsus. Kulit, ekor dan leher
merupakan bagian dari karkas. Kualitas karkas ternak babi dipengaruhi oleh
faktor sebelum pemotongan, antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak,
jenis kelamin, umur, dan pakan serta proses setelah pemotongan, di antaranya
metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, bahan tambahan
termasuk enzim pengempuk daging, hormon, antibiotik, lemak intramuskular atau marbling,
metode penyimpanan dan preservasi. Faktor nilai karkas dapat diukur secara
objektif seperti bobot karkas dan daging, dan secara subjektif misalnya dengan
pengujian organoleptik atau panel.
Gambar 5. Potongan karkas babi
Pemeriksaan cacing hati
Berdasarkan
praktikum, keempat babi yang dipotong tidak ditemukan adanya cacing hati di
ususnya. Semua babi dalam kondisi sehat. Penyakit cacing merupakan salah satu
jenis penyakit yang dapat menginfeksi babi contohnya seperti infeksi dari Ascaris
suum, Strongyloides ransomi, Globocephalus urosubulatus, Oesophangostomum
dentatum, Trichuris suis, Hyostrongylus rubidus, Macracanthorhyncus
hirudinaceus dan Gnathostoma hispidum. Dampak yang ditimbulkan dari
infeksi parasit seperti cacing bagi ternak babi diantaranya seperti terjadinya
diare pada babi, gastritis, peritonitis akibat infeksi, anoreksia, penurunan
berat badan, kekurusan bahkan pada kasus berat dapat mengakibatkan kematian
pada ternak babi (Kaufman, 1996). Cara mendiagnosa infeksi cacing selain dengan
melalui gejala klinis dan pemeriksaan post mortem dapat juga dilakukan dengan
pemeriksaan feses secara langsung untuk menemukan larva cacing atau telur
cacing serta dengan pemeriksaan feses secara tidak langsung untuk deteksi
antigen antibodi.
Prospek usaha pemotongan ternak
Jumlah
penduduk di Indonesia yang besar sangat potensial bagi permintaan produk
peternakan. Peningkatan konsumsi daging per kapita sedikit saja dapat
menyebabkan kebutuhan terhadap ternak potong yang sangat besar. Meningkatnya
konsumsi daging karena meningkatnya taraf hidup dan tingkat ekonomi masyarakat
merupakan faktor pendorong bagi berkembangnya industri daging sehingga membuka
peluang usaha penggemukan dan pemotongan ternak sapi potong di Indonesia
(Sinaga, 2008). Karkas atau daging babi merupakan salah satu komoditas penting
ditinjau dari aspek gizi, sosial budaya, dan ekonomi. Industri karkas babi
mempunyai prospek ekonomi yang cukup cerah, karena usaha peternakan babi
relatif mudah dikembangkan, daya reproduksi tinggi dan cepat menghasilkan.
Karkas/daging
babi merupakan salah satu komoditas penting ditinjau dari aspek gizi, sosial
budaya, dan ekonomi. Industri karkas babi mempunyai prospek ekonomi yang cukup
cerah, karena usaha peternakan babi relatif mudah dikembangkan, daya reproduksi
tinggi dan cepat menghasilkan. Untuk memenuhi permintaan pasar, maka selain
kuantitas, produsen diharapkan dapat menyediakan karkas babi yang berkualitas.
Pengklasifikasian dan penilaian kualitas karkas perlu dilakukan karena sangat
mempengaruhi penerimaan konsumen. Metode pengukuran sudah banyak dilakukan
diberbagai negara untuk memprediksi karkas yang beberapa telah ditemukan dan
dapat dilakukan dengan praktis untuk mengklasifikasikan karkas dengan metode grading.
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) telah menetapkan sebuah sistem
penentuan kualitas karkas babi, tetapi standar pengklasifikasian karkas di
Indonesia belum ada hingga saat ini.
Perhitungan analisis usaha
Berat badan babi 150 kg,
karkas 75% dengan MBR 4:1, jeroan 5 % dari berat badan. Diketahui harga berat
hidup Rp 15.000/kg, daging Rp 25.000/kg, jeroan Rp 15.000/kg, tulang Rp
5.000/kg, kepala Rp 50.0000.
Jawab:
Out
cosh flow
Harga = 150 x Rp 15.000 =
Rp 2.250.000
In
cost flow
Berat Karkas = 112,5 kg
*daging : 4/5 x 112,5 kg =
90 kg
Harga daging = 90 kg x Rp 25.000 = Rp
2.250.000
*tulang : 1/5 x 112,5 kg =
22,5 kg
Harga tulang = 22,5 kg x Rp 5.000 = Rp
112.500
*jeroan : 5/100 x 150 kg =
7,5 kg
Harga jeroan = 7,5 kg x Rp 15.000 = Rp
112.500
*Kepala Rp 50.000
Total Rp 2.525.000
Keuntungan = In cost flow - Out cosh flow = Rp 275.000
Pemasaran
Pasar merupakan salah satu
tempat pemasaran daging, tempat tersebut merupakan tempat yang rawan dan
berisiko cukup tinggi terhadap cemaran mikroba patogen. Sanitasi dan kebersihan
lingkungan penjualan (pasar) perlu mendapat perhatian baik dari pedagang itu
sendiri maupun petugas terkait untuk meminimumkan tingkat cemaran mikroba.
Pasar dibagi menjadi dua jenis, yaitu pasar modern (swalayan) dan pasar
tradisional. Pasar swalayan merupakan pasar yang menjual produk pangan yang
sudah melewati standar mutu tertentu dan keamanan pangan. Pasar swalayan juga
dipandang sebagai tempat yang sangat memperhatikan aspek kebersihan, kenyamanan
dan keamanan dalam berbelanja. Daging yang dijual di pasar swalayan disebut
daging beku dan tidak bisa dikatakan daging segar karena telah mengalami
berbagai proses. Daging tersebut dikemas dan disimpan pada suhu tertentu
sehingga kemungkinan untuk bakteri tumbuh itu sangat sedikit (Sa’idah, 2011).
Berdasarkan hasil praktikum,
daging yang sudah dibersihkan dibawa ke pasar menggunakan mobil pick-up. Alat transportasi diperlukan
untuk mencegah kerusakan pada daging. Menurut
Chambers and Grandin (2001), transportasi ternak sangat penting dalam dunia
peternakan. Transportasi ternak dilakukan antara lain untuk keperluan pemasaran
dalam jumlah yang besar, pengangkutan ke tempat pemotongan, penyediaan bibit
ternak ke daerah lain, pengangkutan dari daerah yang kering ke daerah yang
memiliki pakan yang bagus, dan karena perubahan kepemilikan. Berdasarkan
praktum diketahui bahwa daging babi dijual segar tanpa
melalui proses pelayuan terlebih dahulu. Daging babi dijual di pasar
tradisional maupun di pasar modern. Berdasarkan survei pasar yang dilakukan,
diperoleh data harga daging babi sebagai berikut:
Berdasarkan
survey pasar tradisional di pasar
Kranggan, Sumodaran Yogyakarta
harga daging babi segar sebagai berikut:
Tabel 23.
Daftar harga daging babi di pasar tradisional
Produk
Daging
|
Harga
(Rp)/kg
|
Iga Babi
|
40.0000
|
Lemak
|
20.000
|
Daging
Tanpa Lemak
|
48.000
|
Kulit Kepala
|
25.000
|
Hati
|
12.000
|
Tulang kepala
|
15.000
|
Paha
|
45.000
|
Lidah
|
25.000
|
|
|
Harga daging babi di pasar
modern Carrefour Ambarukmo adalah sebagai berikut :
Tabel
24. Daftar harga daging babi di pasar modern
Produk
Daging
|
Harga
(Rp)/kg
|
Tito Babi
|
17.9000
|
Pork loin Rost
|
78.000
|
Pork
Kapsim
|
78.000
|
Pork Steak Loin
|
78.000
|
Fillet Babi
|
75.900
|
Samcam babi
|
88.400
|
Iga babi
|
34.900
|
Kaki babi
|
34.900
|
Hati
Eisben babi
|
23.500
39.500
|
Nama-nama
bagian daging pada pasar modern dan tradisional memiliki beberapa perbedaan,
hal ini dikarenakan baik pada pasar modern dan pasar tradisional menggunakan
bahasa yang berbeda pula. Pada pasar modern bahasa yang digunakan sesuai dengan
nama bagian asli sedangkan pada pasar tradisional berdasarkan bahasa masyarakat
seperti bahasa jawa. Harga daging yang dijual pada pasar modern dan pasar
tradisional memiliki perbedaan harga yang cukup besar. Pasar modern memiliki
tingkat harga lebih tinggi atau lebih mahal daripada pasar tradisional. Hal ini
dapat disebabkan karena fasilitas dan kebersihan pada pasar modern yang lebih
baik dan terjaga daripada pasar tradisional yang kurang baik fasilitas dan
kebersihannya, selain
itu pada pasar modern tempat penjualan yang rapih, tidak panas, dan tidak bau
sehingga memberikan nilai lebih kepada konsumen sehingga harga menjadi lebih
mahal dikarenakan perawatan dan fasilitas yang baik dan memadai tersebut.
Daging yang dari pasar
tradisional maupun swalayan baik dari segi warna dan bau masih memenuhi
kriteria daging yang masih baik dan layak karena masih berwarna merah cerah
khas daging dan berbau aromatis. daging dengan warna merah khas daging babi dan
berbau yang aromatis (khas daging babi) merupakan daging normal, karena daging
(sampel) yang diambil pada pagi hari di pasar tradisional masih segar dan
daging beku dari pasar swalayan masih dengan kondisi dan kualitas yang baik. Menurut Usmiati dan Setiyoko (2008) daging mudah
sekali mengalami kerusakan oleh mikroba. Kerusakan daging ditandai oleh adanya
perubahan bau dan timbulnya lendir yang biasanya terjadi jika jumlah mikroba
menjadi jutaan atau ratusan juta sel atau lebih per 1 cm luas permukaan daging.
Kerusakan oleh mikroba pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri
pembusuk. Keberadaan Escherichia coli dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu: (1) Cara pengangkutan dan alat angkut yang digunakan, (2) Tempat
berjualan daging sapi, (3) sarana air bersih, (4) kebersihan penjual, (5) cara
pengemasan.
Keberadaan pasar tradisional masih menjadi tumpuan bagi masyarakat
Indonesia, terutama pelaku usaha yang terlibat langsung (penjual dan pembeli)
ataupun masyarakat yang terlibat tidak langsung
dengan adanya aktivitas pasar tradisional. Daging segar pada khususnya di pasar
tradisional merupakan daya tarik yang paling tinggi karena untuk komoditas ini
tidak bisa ditemukan di pasar modern.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa proses pemotongan babi dilakukan dengan
cara tidak langsung. Babi sebelum di potong di pingsankan terlebih dahulu.
Menyembelih babi dilakukan dengan menusuk jantung melalui intercostal dan setelah babi mati dikeluarkan isi rongga perut dan
dada kemudian karkas dibelah dan kepala dipisahkan dari tubuh. Daging babi
dipasarkan di pasar tradisional maupun dipasar modern. Harga daging di pasar
tradisional reatif lebih murah dibandingkan di pasar modern. Perbedaan ini
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya perantara yang terlibat didalamnya, kemasan
daging, dan kualitas daging.
DAFTAR
PUSTAKA
Blakely, J. dan D.H
Bade 1998. Ilmu peternakan. Cetakan keempat. Terjemahan: B. Srigandono.
Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Bunter dan Bennet. 2004. Animal
Science and Industry. Cetakan keempat. Prentice Hall, Inc. New Yersey.
Kaufman, Dr. J. 1996. Parasitic
Infectious of Domestic Animal. ILRI. Germany.
Lawrie, R. A. 1995. Ilmu daging.
Terjemahan: A. Parakkasi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Sa’idah, Farikhatus. 2011. Hasil
Penelitian Cemaran Mikroba Daging Sapi Di Pasar Swalayan Dan Pasar Tradisional.
Dilavet, Volume 21, Nomor 2, Juni 2011.
Sinaga, S. 2008.
Manajemen ternak babi. Diktat. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran.
Bandung.
Sihombing, D.T.H.
1997. Ilmu beternak babi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu
dan teknologi daging. Cetakan keempat. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Usmiati, S dan
Setiyanto H. 2008. Penampilan karkas dan
komponen karkas ternak ruminansia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian. Bogor
makasi
BalasHapusinfo yang bermanfaat
Biaya Konsultasinya Berapa Gan ??
BalasHapusApakah ada no wa peternakan bapak gatot atau bu aning? Terimakasih sebelumnya
BalasHapus